karakterunsulbar.com – Musim libur lebaran 1445 H / 2024 M akan segera berakhir, aktivitas perkuliahan pun segera kembali berjalan normal.
Dua mahasiswa Unsulbar ini masih menyimpan cerita menarik, pengalaman berlebaran di rumah kos di Majene setelah tidak bisa mudik pulang kampung.
Muhammad Ammar Abdul Qowiy, mahasiswa program studi Hubungan Internasional (HI) Fakulas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) masih mengingat dengan baik, pengalaman menariknya berlebaran tahun ini di rumah kosnya di Majene.
Ammar demikian Ia akrab disapa adalah mahasiswa Unsulbar angkatan 2022 yang merantau dari Cianjur, Jawa Barat.
Kepada redaksi karakterunsulbar.com, Ammar mengaku sebenarnya ingin sekali mudik, pulang berlebaran di kampung berkumpul bersama orang tua di Jawa Barat, namun niat itu tidak bisa tertunaikan tahun ini.
Ia merasa waktu libur terbilang singkat, dan terhambat biaya transportasi yang tidak murah, dari Majene – Makassar – Jakarta – Cianjur pergi pulang (PP).
Hitungan kasar biaya transportasi Majene hingga Cianjur saat arus puncak mudik dan arus balik, bisa mencapai Rp 5 juta PP.
” Ingin rasanya lebaran bareng keluarga, sampai orang tua juga nangis saat video call, tapi yah mau bagaimana lagi, liburannya sebentar dan belum ada rezeki,” Ungkap Ammar.
Selain haru saat video call dengan orang tua di hari lebaran, momen lain yang Ia kenang dengan antusias adalah tinggal sendiri di rumah kos,
Saat libur lebaran ini, semua teman di rumah kosnya pulang kampung.
Rumah kos Ammar di kawasan Talumung, kelurahan Tande Timur tak jauh dari rektorat Unsulbar.
” Sejujurnya memang penuh haru, mana di kos saya itu sendirian tanpa ada teman – teman,” kenang Ammar mengingat situasi yang dialaminya saat libur lebaran tahun ini.
Disamping situasi haru yang Ia alami, lebaran di tanah rantau di Majene juga menyimpan cerita menarik yang akan selalu Ammar akan kenang.
Menurut alumni salah satu pesantren di Bandung ini, Ia merasakan suasana penuh keakraban berlebaran di tanah Mandar.
” Orang – orangnya ramah, sering banyak yang open house, padahal kan kita kurang dikenal,” ungkap Ammar melalui pesan WhatsApp.
Disamping keramahan warga sekitar kosnya, Ia juga merasakan suka saat lebaran dengan adanya perhatian sejumlah dosen yang bermukim, berlebaran di Majene.
” Ada beberapa dosen saya yang memang mereka tahu kondisi saya, dan mereka mengajak saya untuk ikut silahturahmi ke rumahnya,” tambah Ammar yang sholat Ied di stadion Prasamya Mandar, Majene.
Ia mengaku pengalaman suka dan duka berlebaran Idul Fitri di tanah rantau dijalaninya dengan ikhlas, Ammar bertekad untuk terus memprioritaskan kuliahnya.
Eksplore Budaya
Pengalaman menarik berlebaran di tanah rantau juga dialami Dea Anggriani, mahasiswa S1 Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKes) angkatan 2022.
Dea, sapaan akrabanya adalah mahasiswa Unsulbar yang merantau dari kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara.
Ia bercerita ke karakterunsulbar.com, lebaran tahun ini merupakan lebaran kali keduanya di Majene semenjak resmi menjadi mahasiswa FIKes.
Senada dengan Ammar, alasan Dea tidak pulang kampung berlebaran adalah terbatasnya waktu libur, ditambah biaya tranportasi dari Majene – Makassar – Jakarta – Medan – Serdang Bedagai yang tidak murah terlebih untuk kantong mahasiswa.
Pengecekan di website, tiket pesawat Makassar – Jakarta – Medan sekali jalan lebih Rp 5 juta, sehingga bila pergi pulang dapat mencapai Rp 10 juta.
” Kesannya (lebaran tidak mudik,-) adalah menikmati hari kemenangan tanpa family adalah risiko. Namun dengan berlebaran di sini, Dea dapat mengeksplore budaya berlebaran di luar daerah,” ungkap Dea yang merupakan alumni SMK Kesehatan Dr.Tengku Hanafi, Serdang Bedagai, Sumut.
Meski tidak bisa berkumpul dengan keluarga di Sumut saat momen penting lebaran, Dea tetap merasakan kebahagaiaan berlebaran di Majene.
Usai sholat Ied di masjid Lutang, Majene, 1 Syawal, Dea tetap bisa merasakan berbagai makanan khas lebaran seperti Ketupat dan Opor.
” Itu bisa ditemukan lagi ketika di rumah temen, Alhamdulillah ketika lebaran jalan – jalan ke rumah teman,” kenang Dea.
Disamping mendapat ajakan dari sejumlah teman kuliahnya, Dea juga merasa bersuka cita berlebaran di Mandar, karena diundang sejumlah dosen untuk datang bersilaturahmi.
Dengan keramahtamahahan yang diterimanya di tanah rantau itu, Dea merasa bahagia di hari fitri meskipun harus berlebaran tanpa berkumpul dengan keluarga. (RD01)