Foto: Mahasiswa EDSA bersama siswa-siswi saat pemutaran film Jembatan Pensil
Karakterunsulbar.com- Mahasiswa English Departement Student Association (EDSA), membedah film “Jembatan Pensil” bersama dengan siswa-siswi Sekolah Dasar Negeri (SDN) 014 Pulo Battoa.
Kegiatan ini dilakukan dalam “Teaching and Social Action” pada Selasa-Kamis, 23-25 Juli 2019 di Dusun Lendang, Kecamatan Binuang, Kabupaten Polewali Mandar.
Erwin, (Pendidikan Bahasa Inggris, 2017) menjelaskan alasan memilih film yang disutradarai oleh Hasto Broto tersebut.
“Film ini sangat menginspirasi bagi anak-anak di daerah terpencil,” kata Erwin saat diwawancarai oleh jurnalis karakterunsulbr.com via Whatsapp. (26/07)
Ia juga mengungkapkan, siswa-siswi terharu menyaksikan film tersebut.
“Bahkan, mereka tidak bisa menahan tangis waktu saya ceritakan,” jelasnya.
Ketua Plt. EDSA, Patman Hajar (Pendidikan Bahasa Inggris, 2017), menceritakan kondisi pembelajaran SDN 014 tersebut selama mereka disana.
Dengan tenaga pengajar yang menurutnya kurang, para siswa harus rela melihat guru mereka yamg berasal dari luar pulau meninggalkan sekolah pada jam 11. Bahkan, jika cuaca buruk, para guru terpaksa pulang lebih cepat.
“Itu membuat mereka agak terbatas dalam belajar,” ungkapnya
Ia juga berharap, semoga pesan moral pentingnya pendidikan dari film tersebut sampai pada anak-anak yang mendiami pulau terbesar di gugusan pulau di Polewali Mandar itu.
“Pola pikir mereka sederhana, lulus sekolah langsung kerja, begitu juga orang tua mereka,” lanjutnya.
Sebagian besar penduduk pulau Battoa bekerja sebagai nelayan, petani Gambus, dan pekerjaan lainnya yang memanfaatkan sumber alam.

Film Jembatan Pensil: Belajar Bersama Alam
Film yang dirilis tahun 2017 oleh Grahandika Visual ini merupakan film yang mengambil latar tempat di pedalaman Sulawesi Tenggara, tepatnya Kabupaten Muna.
Mengisahkan tentang impian, perjuangan, dan pengorbanan lima sekawan anak-anak yakni Ondeng, Inal, Azka, Yanti, dan Nia, yang belum mendapatkan pendidikan layak.
Meski Ondeng memiliki kerterbatasan mental dan Inal penyandang disabilitas, namun tidak menghalangi persahabatan tulus mereka.
Tokoh-tokoh yang dimunculkan mewakili masyarakat dengan keseharian sebagai nelayan, penenun, pemecah Batu, dan juga peternak.
Setiap pagi, anak-anak berangkat menuju SD Towea di tepi pantai yang hanya beralaskan pasir pantai tanpa tembok dan ubin.
Dengan jarak yang cukup jauh, beberapa anak harus melewati bukit dan sungai untuk sampai di tempat mereka bersekolah.
Ondeng, bercita-cita membangun jembatan untuk teman-temannya. Karenanya, ia selalu menunggu mereka untuk menyebrangi sungai dengan jembatan yang sudah lapuk, untuk memastikan teman-temannya menyebrang dengan selamat.
Karena suatu peristiwa, bu Aida dan pak Gading yang merupakan guru di SD Towea, sering mengajak anak-anak belajar di alam terbuka seperti bukit dan gua. Serta menceritakan sejarah tempat tersebut.
